![]() |
Lucas Aditya/detikSport |
Contoh terbaru yang bisa menjadi gambaran prestasi di nomor tunggal adalah ajang All England 2015. Dalam turnamen yang bergulir pekan lalu itu, Indonesia gagal total tanpa satu pun titel yang dibawa pulang. Sektor tunggal bahkan amat merana dengan raihan terbaik putra hanya sampai babak kedua yang dicatatkan oleh Dionysius Hayom Rumbaka.
Hasil lebih buruk dicatatkan sektor putri. Dua wakil Indonesia Bellaetrix Manuputty dan Linda Wenifanetri terhenti di babak pertama.
Terakhir kali juara pemain tunggal "Merah Putih' di All England tercipta 21 tahun silam. Kala itu, Haryanto Arbi dan Susi Susanti yang menjadi juaranya. Arbi dan Susi menjadi juara All England dua tahun berturut-turut pada tahun 1993 dan 1994.
Arbi pun mengungkapkan kerinduan untuk melihat ada pemain tunggal Indonesia yang bisa kembali menjadi kampiun. Pemain yang dikenal dengan smash 100 watt itu mempunyai kesimpulan penyebab sulitnya pemain tunggal sulit bersaing.
"Dana yang dibutuhkan untuk mencetak pemain juara besar. Sudah begitu, pemain yang dikirim ke kejuaraan cuma itu-itu saja," kata Abri saat ditemui di sela-sela acara peluncuran Flypowe Single Badminton Championship 2015 di Kota Kasablanka, Kamsi (12/3/2015).
Wakil Sekretaris Jenderal PP PBSI Achmad Budiarto mengamini situasi itu. Kini regenerasi menjadi salah satu poin utama rencana kerja PBSI kabinet Gita Wirjawan itu
"Kami lupa akan regenerasi. Yang dikirim itu-itu saja, karena mereka yang menjadi tumpuan," ucap Achmad.
"Saat ini kami sudah mulai mengaplikasikan sports science untuk mempersiapkan pemain agar bisa dalam kondisi prima saat bertanding."
"Semoga dalam kurun waktu 2-3 tahun akan ada prestasi yang dicetak oleh sektor ganda," imbuh dia.
0 komentar:
Posting Komentar